Sabtu, 23 Januari 2010

Pengalaman pertama yang bikin dag-dig-dug

Masih seputar mengajar...

Ini kejadian pertama kalinya selama aku ngajar kelas calistung. Suatu ketika, aku diamanahi untuk pegang kelas calistung baru. Karena kelasnya baru buka, murid yang ada cuma satu. Memang anaknya cenderung pendiam dan malu, untuk bicara saja suaranya pelan. Itulah alasan ibunya mengikutkan sang anak ke bimbel.

Siang itu hujan deras. Kelas bimbel akan dimulai jam 14.30. Tapi saat itu hujan masih deras bahkan disertai petir *dar-der-doorrr... Aku pikir anak muridku ga masuk hari ini. Ternyata setelaj lewat 10 menit, anak itu datang bersama mamanya.

Kelihatannya siy, si anak awalnya ga mau les karena takut petirnya yang dar-der-doorrr. Tapi mamanya yang "memaksa" untuk tetap dateng. Pas di kelas masih baik2 aja awalnya. Tapi pas pelajaran mulai, si anak mulai deh ngambek...

Duuhh... aku mulai kebingungan deh... Aku bujuk-bujuk ga mau juga, dia tetep menutup mukanya... Aku kasih permen, eh dia ga mau... Sampai akhirnya aku berhasil membujuk dia setelah 30 menit wuuuiiihhh sebenernya aku deg-degan, apa kata ibunya nanti masa' gurunya ga bisa membujuk muridnya untuk belajar

Yah itulah, mengajar anak-anak memang butuh kesabaran yang ga ada habisnya...

Minggu, 10 Januari 2010

Hal yang dulu aku hindari

Mengajar adalah hal yang dulu aku hindari karena pernah ada seorang kakak kelas yang berkomentar bahwa aku ga cocok mengajar. Sejak mendengar komentarnya itu aku jadi ga pede ngajar. Selang beberapa tahun kemudian, aku selalu ingin mengajar. Yang paling aku suka adalah bahasa Inggris, sehingga aku ingin sekali bisa ngajar bahasa inggris.

Akhirnya aku coba tanya temenku apa ada lowongan mengajar bahasa inggris di tempat bimbelnya. Aku coba apply dan aku mengikuti interview. Aku diterima di lembaga bimbel itu, tapi bukan sebagai guru bahasa inggris, melainkan sebagai guru matematika dan calistung (baca tulis hitung untuk TK dan kelas 1 SD). I enjoy it. Kebayang khan anak2 TK dan SD kelas 1 aktifnya seperti apa... tapi aku suka berinteraksi dengan mereka. Ada perasaan lega dan senang kalau anak2 bisa memahami apa yang aku sampaikan.

Setelah dua minggu mengajar di bimbel, aku main ke rumah tetangga. Sang Ibu menceritakan keluh kesahnya seputar nilai anaknya yang cukup mengkhawatirkan. Anak ini kelas 1 SMA dan berminat ke IPA. Sang Ibu meminta aku untuk bisa mengajarkan privat anaknya. Materi yang diajarkan adalah matematika, fisika, dan kimia. Untuk matematika dan kimia aku tidak ada masalah, tapi untuk fisika sebenarnya pelajaran ini yang paling aku takutkan sejak SMA . Tapi aku yakin aku bisa kalau aku mau berusaha. Aku terima tawaran sang Ibu, dan aku belajar lagi pelajaran-pelajaran itu. Meskipun gampang-gampang susah, tapi aku bisa menjalaninya.

Alhamdulillah nilai anak ini menjadi lebih baik dari sebelumnya. Hal ini semakin membuat aku yakin, bahwa jika kita mau berusaha maka alam dan seluruh isinya akan membantu mewujudkan hal tersebut

Pelajaran kehidupan

Suatu hari aku berkenalan dengan seorang wanita yang juga ibu dari tiga orang anak. Sebut saja Mrs. Ira.

Mrs. Ira adalah seorang wanita kantoran yang juga ibu rumah tangga bahkan Mrs. Ira juga memiliki bisnis pribadi, menjual kue. Aku pikir menjalani tiga hal sekaligus bukan lah sesuatu yang mudah, tidak semua orang bisa menjalani dengan baik dan seimbang. Aku penasaran dan suatu ketika aku menanyakan tentang hal ini kepada beliau.

Ratna: Bu, gimana caranya bagi waktu, untuk kantor dan keluarga? trus ibu masih sempet juga terima pesanan kue.

Kemudian Mrs. Ira memulai ceritanya...

Mrs. Ira: Mbak Ratna, yakin lah kalau Allah menambah amanah kepada seseorang pasti akan disertai dengan kekuatan yang lebih untuk bisa menjalani amanah tersebut. Saya punya teman, wanita bekerja juga. Ketika menikah, temenku itu menunda punya anak, alasannya dia ga mau ngantuk di kantor karena harus terbangun tengah malam untuk ganti popok atau anak rewel. Tapi menurut saya ga seperti itu. Ketika saya memiliki anak pertama, saat sampai di kantor saya bisa tetap bekerja seperti biasa, ga ngantuk. Begitu juga saat saya memiliki anak kedua dan ketiga.

Ratna: trus bagi waktunya gimana bu?

Mrs. Ira: ketika pulang kantor, saya sampai di rumah jam 7 malem. Saya main dulu sama anak-anak sampai anak-anak tidur. Kemudian saya rapi-rapi, makan dengan suami. nanti jam 10 malem saya mulai masak kue untuk dijual besok pagi. selesai jam setengah dua belas malem, saya tidur. Bangun jam 3 pagi, qiyamul lail, lalu menggoreng kue yang untuk dijual. Setelah itu saya shalat subuh, lalu melanjutkan memasak untuk kebutuhan makan anak-anak saya di rumah selama saya tinggal bekerja.

Ratna: ooo gitu ya bu... (aku kagum dengan ibu ini)

Mrs. Ira: Ya itu tadi mbak Ratna, karena saya yakin bahwa dengan adanya amanah yang sekarang ada pada saya, saya yakin bahwa Allah juga memberikan saya kekuatan untuk dapat menjalani amanah tersebut. Kadang manusia sering berpikir terlalu rumit sehingga lupa bahwa ada kekuatan yang Maha Dahsyat yang dapat membantu kita.

Setelah saya sharing dengan Mrs. Ira, saya seperti mendapat pencerahan. Bahkan sepulang kantor saya masih sempat mengajar privat. Sebenarnya apa siy yang menjadi motivasi saya, kerja di kantor saat pagi lalu mengajar setelah pulang kantor??? Sebenarnya simpel aja, saya ingin masa muda dan waktu-waktu luang yang saya miliki digunakan untuk hal-hal yang baik. Apalagi saat ini masih single, masih banyak waktu kosong yang bisa saya manfaatkan untuk kebaikan. Saya ga mau menyesal di kemudian hari karena saya menyia-nyiakan waktu luang saya.

Q. S Al Hasyr: 17 "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok [akhirat], dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan"

Sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas bahwa Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk selalu mempersiapkan diri menjelang hari esok yakni akhirat. Maka orang yang cerdas adalah orang yang selalu mempersiapkan dirinya untuk hari esoknya.



Ahad, 10 Januari 2010
Menjelang adzan maghrib