Minggu, 23 November 2008

Keluh Kesah...

Mengeluh… satu kata yang selalu dilakukan oleh manusia di dunia. Karena memang itulah sifat dasar manusia seperti yang tercantum di dalam al Quran surat Al Ma’aarij (70) ayat 19-21 tentang tiga sifat tercela yang sering melekat pada manusia yaitu keluh kesah, frustrasi, dan kikir. Boleh siy kita mengeluh sekali-sekali, tapi kalau kita punya temen yang selalu mengeluh mengenai keadaan kehidupannya....how come?!?

Ceritanya siy, aku punya temen. Dia udah punya pekerjaan dengan gaji jauh di atas UMR. Dia bisa kerja sekaligus kuliah ekstensi S1. dengan gaji yang dia peroleh, dia mendapat amanah dalam pekerjaannya untuk bisa tetep masuk hari minggu, dimana bagi sebagian besar karyawan lain itu adalah waktu berlibur.

Suatu hari temenku itu mengeluh bahwa dia ga bisa mengikuti acara2 keluarga, reunian sekolah, dan lain2. aku heran aja, apa dulu sebelum menerima kerjaannya yang sekarang dia tidak mempertimbangkan hal ini ya. Aku pikir ini adalah konsekuensi dari pekerjaan yang dia jalani.

Kalau saja dia bisa mengikis kebiasaannya mengeluh dan melihat sisi positifnya bahwa dia sudah memiliki pekerjaan (di antara sekian banyak pengangguran di Indonesia) dan dia bisa menjalani pekerjaan sekaligus kuliah, bukan kah itu adalah hal yang patut disyukuri? Well, every cloud has silver lining. Just look at the bright side (^_^)

Aku pernah mendengar seorang narasumber berbicara di sebuah talkshow di radio. Bahwa untuk urusan duniawi, jangan kita melihat ke atas tapi coba lah lihat ke bawah. Jika dibandingkan dengan kondisi kita sekarang, mungkin kondisi kita masih jauh lebih baik daripada orang lain di sekitar kita. Tapi untuk urusan akhirat, kita sebaiknya selalu melihat ke atas. Karena dalam hal ini kita sama-sama berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat) seperti yang tercantum dalam Q.S. al-Baqarah: 148

“dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Dimana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Sabtu, 01 November 2008

Cerita dari sebuah bis jurusan Kp.Melayu-Grogol

Suatu sore, setelah ashar, aku pulang lebih awal dari kantor. Sore itu aku berniat menjenguk ibu yang sedang dirawat di RS St. Carolus. Well, ini bukan tentang penyakit ibuku atau tentang perasaanku saat ibu sakit. Tapi ini sedikit cerita mengenai kejadian yang aku lihat selama di bis menuju Carolus.

Aku baru menyadari setelah beberapa menit duduk di bis, ada seorang laki2 bule yang juga menumpang bis 213 (Kp.Melayu-Grogol). Aku sempet heran, koq bule itu mau ya naik bis non AC. Padahal udara Jakarta itu kan panas dan lembab. Aku perhatikan, wajah bule itu mulai kemerahan. Kebayang kan kalau orang kulit putih kepanasan gimana. Plus, mulai deh keringatnya bercucuran. Trus aku jadi inget, mungkin dia seorang backpacker. Jadi, memilih transportasi yang lebih murah.

Aku terus memperhatikan apa aja yang dilakukan oleh bule itu. Ketika ada seorang anak kecil ngamen di dalam bis, bule itu mengambil foto anak kecil tersebut. Bule itu mengambil beberapa gambar anak itu. Dan ketika anak itu selesai ngamen, bule itu memberikan uang 1 lembar pecahan seribu. Dia memberikan uang itu dengan tersenyum tulus. Aku jadi seolah-olah diingatkan oleh bule itu, bahwa seringkali kita melupakan hal kecil (seperti tersenyum) saat memberikan uang ke pengamen/pengemis atau saat kita berinfak. Mudah-mudahan itu murni karena kita lupa, bukan karena kita ga ikhlas memberikan infaq sehingga kita memberikan infaq/sedekah tanpa tersenyum. (Inget kan bahwa senyum itu adalah sedekah)

Perjalanan masih agak jauh dan bule itu masih ada di bis. Ketika ada pengamen lain yang masuk ke dalam bis, hal yang sama pun dilakukan oleh bule itu. He took picture and give them money. Hmm...mungkin bule itu ga nemu yg kayak gini di negara asalnya ya...(^_^)